Berkat kesabaran dan
kasih sayang beliaulah kita sampai saat ini dapat menjadi seorang muslim
seutuhnya yang bebas memeluk agama Islam secara merdeka. Perjuangan beliau
dalam menyebarkan ajaran Islam yang suci dan indah ini sudah tidak dapat
diragukan lagi. Caci maki, kekerasan fisik dan psikis sering dialami beliau
karena keikhlasan beliau dalam menyampaikan kebaikan. Cinta beliau kepada Allah
dan para umat Islam membuat beliau lupa akan semua rasa perih dan sakit yang
beliau terima dan rasakan.
Sebelum kepergiannya,
beliau telah meninggalkan begitu banyak suri tauladan yang baik yang dapat kita
jadikan pedoman hidup agar dapat menjadi seorang muslim yang kaffah dan
seutuhnya. Salah satunya adalah ketujuh pesan beliau kepada salah seorang
sahabat, Abu Dzar Al-Ghifari. Ketujuh wasiat tersebut adalah:
1. Mencintai orang
miskin
Beliau memerintahkan
kita seluruh umat Islam agar senantiasa untuk mencintai orang miskin.
Orang-orang miskin yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang hidupnya tidak
berkecukupan dan tidak mempunyai harta untuk mencukupi kehidupannya, dan mereka
tidak mau meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Wasiat ini berlaku umum
untuk seluruh umat Islam. Yang dimaksud dengan mencintai adalah lebih kepada
sikap dan perlakuan kita terhadap orang-orang miskin. Kita dituntut untuk
berlaku tawadhu, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta turut bersabar
bersama mereka. Menolong dan berbagi dengan mereka, adalah salah satu bukti
paling nyata dan kongkret dari rasa cinta kita terhadap orang miskin. Berbagi
dan menolong terhadap sesama tentu saja akan mendatangkan Ridha-Nya dan kasih
sayang-Nya, seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
“Barangsiapa
menghilangkan kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan
darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan
kesulitan orang-orang yang dililit utang, Allah akan memudahkan atasnya di
dunia dan di akhirat.”
Ingin ditolong Allah
pada hari akhir nanti? Maka bergiatlah untuk menolong sesama, terutama menolong
orang-orang miskin, agar senantiasa mendapatkan pertolongan dan kasih
sayang-Nya. Sesama hidupnya, Rasulullah SAW pun selalu mencintai orang-orang
miskin dan dekat dengan mereka. Rasulullah pun selalu menghimbau dan mengajak
para sahabatnya agar selalu mencintai mereka yang mengalami kekurangan dari
segi ekonomi.
Dalam suatu riwayat Ibnu
‘Umar disebutkan pada satu hari bahwa salah seorang dari kaum Muhajirin yang
miskin menceritakan kepada Rasulullah, betapa beruntungnya mereka yang memiliki
kekayaan harta, karena dapat beribadah dan beramal lebih banyak melalui harta
mereka. Mendengar hal itu, Rasulullah pun bersabda: “Wahai orang-orang yang
miskin, aku akan memberikan kabar gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin
yang miskin akan lebih dahulu masuk surga daripada orang mukmin yang kaya,
dengan tenggang waktu setengah hari, itu sama dengan lima ratus tahun. Bukankah
Allah berfirman: Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu
tahun menurut perhitunganmu”.
Lalu, bagaimana bisa
seorang yang miskin akan lebih dahulu masuk surga? Padahal bisa dibilang orang
yang memiliki hartalah yang lebih banyak beramal dan bersedekah. Rasulullah pun
menjawab, orang-orang yang memiliki harta akan menyusul orang-orang miskin
untuk memasuki surga, karena mereka harus melalui proses pertanggungjawaban dan
perhitungan dari harta-harta yang mereka miliki dan mereka pakai selama mereka
hidup di dunia ini. Maka, sungguh begitu banyak ladang amal yang telah Allah
sediakan di muka bumi ini, salah satunya yaitu mengasihi dan menyayangi
orang-orang miskin.
2. Melihat pada orang
yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan
Jauh dari syukur, itulah
sifat dasar dari manusia, oleh karena itu Rasulullah memerintahkan umat Islam
untuk melihat kepada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan,
agar kita senantiasa berterimakasih dan bersyukur atas segala sesuatu yang
telah Allah berikan kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Lihatlah
kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di
atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat
Allah yang telah diberikan kepadamu” (HR. Bukhari)
Melalui hadits ini
Rasulullah mengingatkan kita agar tidak melihat kepada orang-orang yang
hidupnya berada di atas kita, orang-orang yang hidupnya bergelimang harta dan
memiliki kekayaan yang melimpah, karena demi Allah, keindahan dan kenikmatan
benar-benar menyilaukan dan memukau bagi siapa saja yang lupa untuk berterima
kasih dan beriman kepada Allah SWT. Dengan melihat kepada orang yang berada di
bawah kita, kita akan merasa berterima kasih dan menyadari begitu banyak nikmat
yang telah diberikan-Nya sampai saat ini. Nikmat dan karunia sekecil apapun,
jika disyukuri maka akan terasa begitu indah.
Namun, dalam hal
beribadah justru sebaliknya, kita dianjurkan untuk melihat kepada mereka yang
berada di atas kita, mereka yang ibadah dan akhlaknya lebih baik dari kita.
Mengapa demikian? Hal ini akan memotivasi kita dan membuat kita senantiasa
untuk berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan meraih Ridha-Nya. Sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Dan untuk yang demikian itu, hendaknya
orang berlomba-lomba” (QS. Al-Muthaffifin [83]: 26)
3. Menyambung
silaturahim
Silaturahim adalah
ibadah yang mulia dan memberikan banyak berkah bagi siapa pun yang melakukannya.
Silaturahim merupakan fitrah dan kebutuhan manusia, karena seperti apa yang
telah kita dapat dari pelajaran IPS semasa di sekolah, manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dan senantiasa berinteraksi dan
bersosialisasi dengan sesama manusia. Maka, silaturahim merupakan salah satu
ibadah yang paling dianjurkan dan diwajibkan dalam Islam. Seperti peringatan
dan ancaman-Nya dalam firman “Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka, dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad [47]: 22-23)
Maka, di zaman modern
yang semakin memudahkan kita untuk berkomunikasi, rasanya tidak ada lagi alasan
untuk tidak menyambung silaturahim kepada sesama saudara. Karena, menyambung
tali silaturahim memiliki banyak manfaat, rahmat dan kebaikan dari Allah
senantiasa tercurah kepada mereka yang senantiasa menyambung tali silaturahim,
silaturahim juga merupakan sebab pentingnya seseorang masuk surga dan dijauhkan
dari api neraka. Selain itu, silaturahim juga merupakan tanda ketaatan dan
amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya, Allah SWT.
4. Memperbanyak ucapan
“La Haula Walaa Quwwata Illa Billah”
La haula walaa quwwata
illa billah (tidak ada daya
dan upaya kecuali dari pertolongan Allah), sebuah kalimat yang mengingatkan
kita bahwa sudah semestinya sebagai hamba yang lemah kita senantiasa dan
meyakini bahwa segala sesuatu yang kita lakukan terjadi karena kehendak dan
kuasa-Nya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, baik yang besar maupun
kecil, semuanya terjadi karena kehendak-Nya, maka tidaklah pantas kita sebagai
manusia merasa sombong dan takabur. Kalimat ini juga mengingatkan kita bahwa
hanya Allah lah satu-satunya tempat kembali dan meminta, tiada daya dan
kekuatan yang dapat menandingi atau menyamai kekuatan serta kehendak-Nya.
Ketika seorang hamba
mengucapkan kalimat La haula walaa quwwata illa billah dengan
sepenuh hati, berarti bahwa hamba tersebut telah mengakui ketidakberdayaan dan
kelemahannya di hadapan Allah SWT, tiada kesombongan sedikit pun terbesit bagi
mereka yang telah mengucapkan kalimat ini dengan sepenuh hati dan jiwa.
5. Berani berkata benar
meskipun pahit
Berkata benar, terkadang
memang terasa sulit, terlebih jika kebenaran tersebut adalah kebenaran yang
terasa pahit untuk diucapkan dan disampaikan. Berbagai alasan pun
melatarbelakangi hal ini, mulai dari rasa sungkan, atau rasa segan karena yang
sedang kita hadapi adalah orang yang memiliki derajat atau kedudukan lebih
tinggi. Hal ini, tentu saja bertentangan dengan apa yang Rasulullah sabdakan: “Jihad
yang paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (benar) kepada penguasa
yang zhalim”.
Berbagai cara dapat
dilakukan untuk menyampaikan kebenaran kepada atasan, pemimpin atau penguasa
yang bathil. Cara yang dilakukan secara perlahan dan baik-baik tentu akan lebih
“ampuh” dibandingkan dengan cara kekerasan dan “kengototan” kita dalam
menyampaikan kebenaran. Penyampaian secara persuasif akan jauh lebih efektif,
karena Islam memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyampaikan nasihat.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ingin menasihati
penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang
tangannya lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasihat
itu, maka itu yang terbaik. Dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau
menerima), maka sungguh ia telah menjalankan kewajiban amanah yang dibebankan
kepadanya”.
6. Tidak takut celaan
ketika berdakwah di jalan Allah
Berbagai cobaan dan
siksaan yang menimpa Rasulullah ketika berdakwah tentu tidak diragukan lagi
kebenarannya. Cobaan dan siksaan yang begitu perih dan pedih dialami oleh
Rasulullah dan para sahabat-Nya dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun
hal itu tidak sedikit pun membuat mereka gentar dan takut, karena mereka
percaya dengan janji Allah yang begitu manis dan indah.
Dakwah, sedari dulu,
memang bukan hal yang mudah dan pasti akan mengalami banyak hambatan dan
cobaan. Hambatan, rintangan, dan perlawanan tentu akan datang dari mereka yang
tidak menyukai melihat Islam berjaya. Hambatan dan rintangan yang berat ini
bukan tidak mungkin akan menyurutkan langkah kita dalam berdakwah, namun
Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk tetap bersikap berani dan pantang
menyerah dalam menyampaikan kebaikan (QS. Al-Ahzaab [33]: 39).
Allah begitu mencintai
siapa pun yang mengutarakan kebenaran dari ajaran-Nya, seperti yang Allah
sampaikan dalam surat Al-Maidah [5]: 54. Jaminan mendapatkan surga pun telah
dijanjikan-Nya bagi siapa pun yang berdakwah di jalan-Nya. Dakwah memanglah
tidak mudah, maka dakwah harus dilakukan semata untuk mendapatkan Ridha-Nya
agar kita tidak dengan mudah berhenti dan keluar dari barisan dakwah yang
begitu mulia ini.
7. Tidak meminta-minta
Meminta-minta adalah
perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan sikap dan jiwa dari seorang
muslim yang baik. Meminta-minta adalah haram hukumnya dalam Islam, karena Islam
mengajarkan setiap umatnya untuk senantiasa berusaha dan berjuang untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Hidup memanglah tidak mudah dan membutuhkan
perjuangan yang besar untuk dapat tetap bertahan, oleh karena itu Islam
mengharamkan hal ini dan mendidik setiap umatnya agar dapat menjadi manusia
yang tangguh dan tidak bermental “peminta-minta”.
Meminta-minta
diperbolehkan jika untuk keperluan yang berkenaan dengan keperluan dan
kepentingan umum umat Islam, seperti untuk pembangunan sarana peribadatan,
pendidikan bantuan untuk fakir-miskin dan anak-anak yatim. Namun, semua hal
tersebut pun harus dilakukan sesuai dengan prosedural yang berlaku, tidak dapat
dilakukan secara sembarangan dan tanpa aturan.
Mental seorang muslim
adalah mental seorang muslim yang tangguh dan tidak mudah menyerah serta rela
berjuang keras untuk mendapatkan dan mencapai impiannya, bukan dari
meminta-minta dan sekedar berpangku tangan.
Demikian lah ke tujuh
wasiat Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Dzar Al-Ghifari, semoga apa yang
disampaikan dapat bermanfaat. Semoga apa yang kita lakukan di dunia ini
semuanya berdasar pada akhlak-akhlak Rasulullah SAW, agar di hari akhir dan di
akhirat kelak, kita termasuk hamba-Nya yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah
SAW. Amin ya Rabbal Alamin.
Allahualam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar